30 Juli 1961, film Dai Kaiju (Monster Raksasa) produksi Toho ini mulai tayang di bioskop Jepang.
Awal Mula
Menurut produser Tomoyuki Tanaka, ide awal film ini berasal dari Iwao Mori sekitar 6 bulan sebelum produksi. Mori mengatakan, "Film dengan monster mengamuk itu bagus, tapi bagaimana jika film monster yang bisa ditonton perempuan, dan menampilkan perempuan cantik?" Tanaka kemudian diperkenalkan pada penulis Shinichiro Nakamura oleh seniman literatur Hideyuki Shino, dan memintanya bersama Takehiro Fukunaga dan Yoshie Hotta untuk mengembangkan ide menjadi sebuah novel. Kemudian novel berjudul Hakkou Yousei to Mothra (Peri Bercahaya dan Mothra) diserialisasikan pada Shukan Asahi di awal Januari 1961, dan menjadi basis untuk film ini.
Novel Hakkou Yousei to Mothra. |
Awalnya, film ini akan berjudul lengkap Daikaiju Mothra. Penulisan Mothra pada poster versi latar belakang merah pada saat itu adalah MOSLA. Nama Mothra merupakan penggabungan Moth yaitu ngengat dalam bahasa Inggris, dan -ra seperti akhiran pelafalan nama Godzilla di Jepang yaitu Gojira. Nama kaiju dengan akhiran -ra menjadi sering digunakan baik pada tokusatsu Toho maupun di rumah produksi lain.
Kerjasama Dengan Luar Negeri
Film ini dibuat setahun setelah Perjanjian Keamanan ditandatangani, dan awalnya direncanakan rilis serentak di seluruh dunia lewat kerjasama dengan Columbia Pictures. Film pertama Mothra ini terkenal karena penggambaran situasi politik Jepang saat itu, seperti saat Mothra terbang melewati Pangkalan Udara Yokota. Selain itu, isu feminisme dan masyarakat pribumi menjadi tema pamflet promosi pada saat itu.
Dalam naskah awal, Mothra akan menyerang New Wagon City dan kontrak sudah ditandatangani. Tapi karena Toho mengubah akhir ceritanya, pihak Columbia memprotes perubahan tersebut sebagai pelanggaran kontrak. Akhirnya dilakukan syuting ulang secara terburu-buru untuk bagian akhir cerita. Lebih banyak mengenai perubahan akhir cerita akan dibahas nanti.
Asisten sutradara Hiroshi Waryu merasa nama New Wagon City terdengar terlalu mirip dengan Newark, kota sungguhan di Amerika Serikat. Jerry Ito, salah satu pemeran dalam film ini, mengusulkan nama New Kirk City, yang kemudian digunakan pada hasil akhir.
Produksi Miniatur oleh Eiji Tsuburaya
Mothra menampilkan karya miniatur paling mendetail dibandingkan seluruh tokusatsu produksi Toho sampai saat itu, bahkan melebihi film Godzilla dan Sora no Daikaiju Radon. Sutradara efek khusus Mothra adalah Eiji Tsuburaya yang juga menciptakan Godzilla dan nantinya Ultraman. Lingkungan Ome Kaido, Dogenzaka dan Shibuya yang dikuasai Mothra pada tahap larvanya direproduksi dalam miniatur skala 1/20 yang rumit dan identik dengan lokasi aslinya.
Awalnya, Mothra akan membangun kepompong di Gedung Parlemen Jepang. Tapi Tanaka menolak ide itu dan kemudian kepompong dibangun di Menara Tokyo. Ide kepompong Mothra di Gedung Parlemen akhirnya terwujud di film Godzilla vs Mothra tahun 1992.
Karena saat itu akan diadakan Olimpiade Tokyo, area di depan Stasiun Shibuya yang terkena serangan larva Mothra sebagian sedang dibangun. Pada versi miniatur, area konstruksi turut dibuat ulang, dengan pagar hitam dan kuning serta tanda peringatan yang ditempatkan di dekat tangki.
Shobijin & Lagu Mothra
Salah satu elemen khas dalam Mothra adalah Shobijin (terjemahan harafiah: Cantik Mungil), yaitu sepasang peri kembar berukuran mungil yang menjadi penghubung antara Mothra dan umat manusia. Karena Shobijin menggunakan nyanyian untuk memanggil Mothra, Tanaka menginginkan duo penyanyi The Peanuts untuk memerankan peri kembar ini. Beliau menghubungi Sho Watanabe untuk meminta izin, dan Watanabe mengiyakan karena terkesan dengan "keunikan" ide tersebut. Namun, Toho kesulitan mengatur jadwal si kembar untuk syuting adegan mereka karena kewajiban kontrak dari Watanabe Productions.
Mothra no Uta (Lagu Mothra) yang dinyanyikan oleh Shobijin untuk memanggil sang raksasa, liriknya menggunakan bahasa Indonesia yang dilafalkan dalam pengucapan orang Jepang. Sutradara Ishiro Honda menginginkan lagu ini terdengar seperti mantra berbahasa asing, dan awalnya dibuat lirik bahasa Jepang dahulu yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Mosura ya Mosura
(Mothra ya Mothra)
Dongan kasakuyan indo muu
(Dengan kesaktian indukmu)
Rusuto uiraandoa, hanba hanbamuyan, randa banunradan
(Restuilah doa hamba-hambamu yang rendah, Bangunlah dan )
Tounjukanraa
(tunjukkanlah)
Kasaku yaanmu
(kesaktianmu)
Perubahan Akhir Cerita
Film ini seharusnya menampilkan adegan Amerika karena kontrak antara Toho dengan Columbia Pictures, meski Amerika Serikat diganti dengan negara fiksional yang mirip bernama Rolisica di hasil jadi film. Karena anggaran terbatas dan sejumlah penundaan, Toho memilih untuk membuat keseluruhan film berlatar di Jepang dan mengubah akhir cerita menjadi Clark Nelson kabur bersama Shobijin ke Takachihonomine, bukan ke negara aslinya yaitu Rolisica. Sutradara Honda ragu untuk menerima perubahan ini, tapi Toho tidak sabar menunggu jawaban dari Columbia. Kemudian Honda pergi ke Kagoshima untuk menyelesaikan syuting selama 2 minggu.
Saat pengambilan gambar di pulau Kyushu, Kagoshima, staf menggunakan boneka ukuran manusia untuk menggambarkan Nelson yang jatuh dan tewas di Takachihonomine. Tapi seorang pendaki gunung yang menemukan boneka itu di kemudian hari salah paham mengira itu tubuh asli. Dia berasumsi ada bunuh diri dan melapor pada pihak berwenang, bahkan sampai mengirim tim penyelamat ke gunung. Berdasarkan pernyataan Honda, pengambilan gambar di Kagoshima tidak pernah jadi dilakukan.
Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, Columbia protes dengan perubahan akhir cerita karena melanggar kontrak. Syuting ulang dilakukan buru-buru, dan Toho menggunakan rekaman California milik mereka untuk menampilkan pemandangan New Kirk City, dan staf efek khusus segera membuat miniatur kota. Terlepas dari beban kerja tambahan tiba-tiba, staf bisa membangun miniatur rumit dan beragam efek khusus mengesankan.
Honda mengatakan anggaran untuk membuat adegan akhir ceritanya rendah, sehingga beberapa adegan yang direncanakan dihilangkan. Aktor Yasuhisa Tsutsumi, yang adegannya dipotong karena perubahan akhir cerita, masih tertulis namanya sebagai "penebang pohon" di poster film.
Pasca Tayang
Mothra sukses besar secara kritikal dan finansial di Jepang. Film ini meluncurkan karir penulis skenario Shinichi Sekizawa yang kemudian menulis beberapa film Godzilla dan berkontribusi di serial Ultraman. Sebagai tokoh itu sendiri, Mothra menjadi populer dan muncul kembali di berbagai film Godzilla mulai dari Mothra vs Godzilla tahun 1964, dan mendapat trilogi sendiri di tahun 1990-an. Mothra juga mendapat ulasan yang baik di Amerika Serikat ketika rilis disana, dengan para kritikus memuji sinematografi dan efek khususnya.
Sumber:
- https://ja.wikipedia.org/wiki/%E3%83%A2%E3%82%B9%E3%83%A9
- https://wikizilla.org/wiki/Mothra_(film)#Production
Tidak ada komentar:
Posting Komentar